Kamis, 18 Juni 2020

Profil Kabupaten Bondowoso


Lambang Bondowoso.png
Lambang Kabupaten Bondowoso

                                                                    Moto: Swasthi Bhuwana Krta


Locator kabupaten bondowoso.png
Peta lokasi Kabupaten Bondowoso di Jawa Timur
Koordinat: 113°48′10″ - 113°48′26″ BT dan 7°50′10″ - 7°56′41″ LS

Kawah Ijen

ProvinsiJawa Timur
Ibu kota Bondowoso
Luas                        1.586 km2
Demografi
- Agama Islam (99.26%)
Kristen (0.48%)
Katholik (0.18%)
Hindu (0.03%)
Budha (0.05%)
- Bahasa Madura, Indonesia
- Kode area telepon +62 332
Pembagian administratif
- Kecamatan 23
- Kelurahan 10
- Desa 209


Kabupaten Bondowoso (Pegon: کَبُڤَتَينْ بَونْضَوَوصَ), adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Bondowoso. Ibu kota kabupaten Bondowoso berada di persimpangan jalur dari Besuki dan Situbondo menuju Jember. Kabupaten Bondowoso merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki wilayah laut (terkurung daratan) di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur.

Geografi


Kabupaten Bondowoso dapat dibagi menjadi tiga wilayah: Wilayah barat merupakan pegunungan (bagian dari Pegunungan Iyang), bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen). Bondowoso merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Tapal Kuda yang tidak memiliki garis pantai.

 

Posisi

 

Kabupaten Bondowoso adalah salah satu kabupaten dalam Provinsi Jawa Timur yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Dikenal dengan sebutan daerah tapal kuda. Kabupaten Bondowoso memiliki luas wilayah 1.560,10 km2 yang secara geografis berada pada koordinat antara 113°48′10″ - 113°48′26″ BT dan 7°50′10″ - 7°56′41″ LS.
Kabupaten Bondowoso memiliki suhu udara yang cukup sejuk berkisar 15,40 0C – 25,10 0C, karena berada di antara pegunungan Kendeng Utara dengan puncaknya Gunung Raung, Gunung Ijen dan sebagainya di sebelah timur serta kaki pengunungan Hyang dengan puncak Gunung Argopuro, Gunung Krincing dan Gunung Kilap di sebelah barat. Sedangkan di sebelah utara terdapat Gunung Alas Sereh, Gunung Biser dan Gunung Bendusa.
Letak Kabupaten Bondowoso tidak berada pada daerah yang strategis. Meskipun berada di tengah, namun Kabupaten Bondowoso tidak dilalui jalan negara yang menghubungkan antar provinsi. Bondowoso juga tidak memiliki lautan. Ini yang menyebabkan Bondowoso sulit berkembang dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.

 

Batas Wilayah

 

Kabupaten Bondowoso mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

Utara Kabupaten Situbondo
Timur Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi
Selatan Kabupaten Jember
Barat Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Probolinggo


Karakter Fisik dan Wilayah

 

Kondisi dataran di Kabupaten Bondowoso terdiri atas pegunungan dan perbukitan seluas 44,4 %, 24,9 % berupa dataran tinggi dan dataran rendah 30,7 % dari luas wilayah keseluruhan. Kabupaten Bondowoso berada pada ketinggian antara 78-2.300 meter dpl, dengan rincian 3,27% berada pada ketinggian di bawah 100 m dpl, 49,11% berada pada ketinggian antara 100 – 500 m dpl, 19,75% pada ketinggian antara 500 – 1.000 m dpl dan 27,87% berada pada ketinggian di atas 1.000 m dpl. Menurut klasifikasi topografis wilayah, kelerengan Kabupaten Bondowoso bervariasi. Datar dengan kemiringan 0-2 % seluas 190,83 km2, landai (3-15%) seluas 568,17 km2, agak curam (16-40%) seluas 304,70 km2 dan sangat curam di atas 40% seluas 496,40 km2. Berdasarkan tinjauan geologis di Kabupaten Bondowoso terdapat 5 jenis batuan, yaitu hasil gunung api kwarter 21,6%, hasil gunung api kwarter muda 62,8%, batuan lensit 5,6%, alluvium 8,5% dan miasem jasies sedimen 1,5%. Untuk jenis tanahnya 96,9% bertekstur sedang yang meliputi lempung, lempung berdebu dan lempung liat berpasir; dan 3,1% bertekstur kasar yang meliputi pasir dan pasir berlempung. Berdasarkan tinjauan geologi, topografi, jenis tanah dan pola pemanfaatan lahan, wilayah Kabupaten Bondowoso memiliki karakteristik sebagai kawasan rawan terhadap terjadinya bencana alam, khususnya banjir dan longsor.

 

Rawan Banjir

 

Permasalahan lingkungan dan sosial yang menonjol adalah kerusakan hutan atau luasnya lahan kritis. Berbagai kegiatan masyarakat (dengan kualitas SDM terbatas) dalam memanfaatkan lahan (kehutanan, pertanian dan permukiman) berpengaruh besar pada kerusakan DAS Sampean. Kawasan hutan di Kabupaten Bondowoso berada dalam pengelolaan KPH Bondowoso dengan perincian: hutan lindung 46.784,2 ha; hutan produksi 45.218 ha; dan LDTI 366,32 Ha. Kawasan lindung yang diolah dan di tempati masyarakat mencapai 23,0%. Sebaliknya terdapat pula hutan produksi yang berada di atas tanah milik masyarakat. Hutan lindung dan hutan produksi yang ada relatif rawan terhadap penjarahan oleh masyarakat. Hal ini karena adanya tekanan penduduk yang besar yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang rendah, serta sistem kelembagaan yang kurang berjalan efektif. Sehingga masyarakat kurang peduli terhadap kelestarian hutan dan memanfaatkan hutan sebagai lahan mata pencaharian. Kerusakan lahan yang terjadi di Kabupaten Bondowoso (lahan kritis yang ada) mencapai luas 40.758 Ha, dengan rincian sangat kritis seluas 4.175 Ha, kritis seluas 10.420 Ha, agak kritis seluas 11.417 Ha, dan potensial kritis seluas 9.746 Ha yang pada umumnya adalah lahan masyarakat. Sedangkan lahan perhutani yang kritis mencapai 5.000 Ha. Adanya lahan kritis tersebut cenderung meningkatkan erosi, yang berakibat pada meningkatnya sedimentasi sungai, menurunkan daya tampung sungai, melampaui kapasitas sarana prasarana irigasi yang ada, sehinga timbul kawasan-kawasan rawan luapan air atau kawasan rawan banjir. Daerah rawan banjir mencakup 33,33% wilayah Kabupaten Bondowoso, khususnya kawasan-kawasan yang berada di sepanjang aliran Sungai Sampean dan Sungai Tlogo, di antaranya Kecamatan Grujugan, Bondowoso, Tenggarang, Wonosari, Klabang, Tapen, Prajekan, Sumberwringin, Pakem, Tegalampel, dan Tlogosari (Peta terlampir). Setiap tahun terjadi bencana banjir (terbesar tahun 2002) yang melanda wilayah Kabupaten Bondowoso dan Situbondo (daerah bawah DAS Sampean). Dampak seringnya terjadi banjir adalah meningkatnya kerusakan jaringan irigasi, kerusakan prasarana jalan, kerusakan instalasi air bersih dan rusaknya prasarana permukiman dan prasarana umum. Khusus prasarana irigasi, kerusakan jaringan apabila tidak tertangani segera akan menurunkan debit air irigasi dan pada akhirnya terjadi kekeringan lahan pertanian di musim kemarau.

 

Rawan Tanah Longsor

 

Berdasarkan tingkat kemiringannya, wilayah Kabupaten Bondowoso terdiri dari: kemiringan 0-2% seluas 19.083 ha (12,23%), kemiringan 3-15% seluas 56.816,9 ha (36,42%), kemiringan 16-40% seluas 30.470,3 ha (19,53%) dan kemiringan di atas 40% seluas 49.639,8 ha (31,82%). Sedangkan kedalaman efektif tanah bervariasi antara 30 cm - 90 cm, dengan komposisi: 57,4% memiliki kedalamam efektif di atas 90 cm, 15,6% memiliki kedalaman efektif antara 60 cm - 90 cm, 14,7% memiliki kedalaman efektif antara 30 cm - 60 cm, dan 12,3% memiliki kedalaman efektif di bawah 30 cm. Ketinggian dan kedalaman efektif tanah yang bervariasi ini berpengaruh terhadap jenis, pertumbuhan dan kerapatan vegetasi. Berdasarkan Peta Geologi Jawa dan Madura, di Kabupaten Bondowoso terdapat 5 jenis batuan, yaitu hasil gunung api kwarter 21,6%, hasil gunung api kwarter muda 62,8%, batuan lensit 5,6%, alluvium 8,5%, dan miasem, jasies sedimen 1,5%. Sedangkan tanah di Kabupaten Bondowoso 96,9% bertekstur sedang yang meliputi lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berpasir, 3,1% bertekstur kasar yang meliputi pasir dan pasir berlempung, dan tidak ada yang bertekstur halus. Tingkat kemiringan dan tekstur tanah yang bervariasi ini menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi/longsor dan rendahnya jumlah cadangan air. Tanah yang mudah erosi/longsor seluas 40.796,62 ha (26,15%) dapat dijumpai di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bondowoso, khususnya di wilayah Kecamatan Sempol, Sumberwringin, Tlogosari, Wringin, Tegalampel, Klabang, Pakem, Binakal, Curahdami, Grujugan dan Maesan (Peta terlampir). Kerawanan terhadap bencana longsor disebabkan juga oleh makin luasnya lahan kritis. Pada umumnya bencana banjir disertai oleh bencana longsor. Longsor terjadi setiap tahun pada kawasan-kawasan perbukitan dan lereng pegunungan yang sering kali melanda permukiman perdesaan, merusak prasarana irigasi, air bersih, jalan dan jembatan serta lahan-lahan pertanian masyarakat.


Kerawanan Terhadap Bencana Lainnya


Selain bencana banjir dan longsor Wilayah Kabupaten Bondowoso juga rawan terhadap beberapa bencana lainnya yaitu gempa bumi, bahaya gunung berapi dan angin puyuh. a. Gempa Bumi Adanya aktivitas Gunung berapi (Gunung Ijen dan Gunung Raung) di sisi timur Kabupaten Bondowoso, mengakibatkan daerah sekitarnya rawan terhadap bencana Gempa Bumi yaitu mencakup 9,74% luas wilayah Kabupaten Bondowoso meliputi wilayah Kecamatan Sempol dan Tlogosari (berada di lereng Gunung Ijen dan Raung). b. Bahaya Gunung Berapi Demikian halnya dengan kerawanan terhadap bencana gunung berapi, kondisinya sama dengan kerawanan terhadap bencana gempa bumi. Daerah rawan bencana Gunung Berapi mencakup 9,74% luas wilayah Kabupaten Bondowoso meliputi wilayah Kecamatan Sempol dan Tlogosari (berada di lereng Gunung Ijen dan Raung). c. Angin Puyuh Karakteristik daerah yang dikelilingi perbukitan dan pegunungan menyebabkan sering terjadinya angin puyuh di wilayah Bondowoso sehingga sebagian besar wilayah (50,76%) rawan angin puyuh yaitu meliputi wilayah Kecamatan Cermee, Wonosari, Prajekan, Wringin, Pakem, Curahdami, dan Grujugan.

Sejarah


Semasa Pemerintahan Bupati Ronggo Kiai Suroadikusumo di Besuki mengalami kemajuan dengan berfungsinya Pelabuhan Besuki yang mampu menarik minat kaum pedagang luar. Dengan semakin padatnya penduduk perlu dilakukan pengembangan wilayah dengan membuka hutan yaitu ke arah tenggara. Kiai Patih Alus mengusulkan agar Mas Astrotruno, putra angkat Bupati Ronggo Suroadikusumo, menjadi orang yang menerima tugas untuk membuka hutan tersebut. usul itu diterima oleh Kiai Ronggo-Besuki, dan Mas Astrotruno juga sanggup memikul tugas tersebut. Kemudian Kiai Ronggo Suroadikusumo terlebih dahulu menikahkan Mas Astotruno dengan Roro Sadiyah yaitu putri Bupati Probolinggo Joyolelono. Mertua Mas Astrotruno menghadiahkan kerbau putih “Melati” yang dongkol (tanduknya melengkung ke bawah) untuk dijadikan teman perjalanan dan penuntun mencari daerah-daerah yang subur.
Pengembangan wilayah ini dimulai pada 1789, selain untuk tujuan politis juga sebagai upaya menyebarkan agama Islam mengingat di sekitas wilayah yang dituju penduduknya masih menyembah berhala. Mas Astrotruno dibantu oleh Puspo Driyo, Jatirto, Wirotruno, dan Jati Truno berangkat melaksanakan tugasnya menuju arah selatan, menerobos wilayah pegunungan sekitar Arak-arak “Jalan Nyi Melas”. Rombongan menerobos ke timur sampai ke Dusun Wringin melewati gerbang yang disebut “Lawang Seketeng”. Nama-nama desa yang dilalui rombongan Mas Astrotruno, yaiitu Wringin, Kupang, Poler dan Madiro, lalu menuju selatan yaitu desa Kademangan dengan membangun pondol peristirahatan di sebelah barat daya Kademangan (diperkirakan di Desa Nangkaan sekarang.
Desa-desa yang lainnya adalah disebelah utara adalah Glingseran, Tamben dan Ledok Bidara. disebelah Barat terdapat Selokambang, Selolembu. sebelah timur adalah Tenggarang, Pekalangan, Wonosari, Jurangjero, Tapen, Praje,kan dan Wonoboyo. Sebelah selatan terdapat Sentong, Bunder, Biting, Patrang, Baratan, Jember, Rambi, Puger, Sabrang, Menampu, Kencong, Keting. Jumlah Penduduk pada waktu itu adalah lima ratus orang, sedangkan setiap desa dihuni, dua, tiga, empat orang. kemudian dibangunlah kediaman penguasa di sebelah selatan sungai Blindungan, di sebelah barat Sungai Kijing dan disebelah utara Sungai Growongan (Nangkaan) yang dikenal sebagai “Kabupaten Lama” Blindungan, terletak ±400 meter disebelah utara alun-alun.
Pekerjaan membuka jalan berlangsung dari tahun 1789-1794. Untuk memantapkan wilayah kekuasaan, Mas Astrotruno pada tahun 1808 diangkat menjadi demang dengan gelar Abhiseka Mas Ngabehi Astrotruno, dan sebutannya adalah “Demang Blindungan”. Pembangunan kotapun dirancang, rumah kediaman penguasa menghadap selatan di utara alun-alun. Di mana alun-alun tersebut semula adalah lapangan untuk memelihara kerbau putih kesayangan Mas Astrotruno, karena disitu tumbuh rerumputan makanan ternak. lama kelamaan lapangan itu mendapatkan fungsi baru sebagai alun-alun kota. Sedangkan di sebelah barat dibangun masjid yang menghadap ke timur. Mas Astrotruno mengadakan berbagai tontonan, antara lain aduan burung puyuh (gemek), sabung ayam, kerapan sapi, dan aduan sapi guna menghibur para pekerja. tontonan aduan sapi diselenggarakan secara berkala dan menjadi tontonan di Jawa Timur sampai 1998. Atas jasa-jasanya kemudian Astrotruno diangkat sebagai Nayaka merangkap Jaksa Negeri.
Dari ikatan Keluarga Besar “Ki Ronggo Bondowoso” didapat keterangan bahwa pada tahun 1809 Raden Bagus Asrah atau Mas Ngabehi Astrotruno dianggkat sebagi patih berdiri sendiri (zelfstanding) dengan nama Abhiseka Mas Ngabehi Kertonegoro. Dia dipandang sebagai penemu (founder) sekaligus penguasa pemerintahan pertama (first ruler) di Bondowoso. Adapun tempat kediaman Ki Kertonegoro yang semula bernama Blindungan, dengan adanya pembangunan kota diubah namanya menjadi Bondowoso, sebagai ubahan perkataan Wana Wasa. Maknanya kemudian dikaitkan dengan perkataan Bondo, yang berarti modal, bekal, dan woso yang berarti kekuasaan. makna seluruhnya demikian: terjadinya negeri (kota) adalah semata-mata karena modal kemauan keras mengemban tugas (penguasa) yang diberikan kepada Astrotruno untuk membabat hutan dan membangun kota.
Meskipun Belanda telah bercokol di Puger dan secara administrtatif yuridis formal memasukan Bondowoso kedalam wilayah kekuasaannya, namun dalam kenyataannya pengangkatan personel praja masih wewenang Ronggo Besuki, maka tidak seorang pun yang berhak mengklaim lahirnya kota baru Bondowoso selain Mas Ngabehi Kertonegoro. Hal ini dikuatkan dengan pemberian izin kepada Dia untuk terus bekerja membabat hutan sampai akhir hayat Sri Bupati di Besuki.
Pada tahun 1819 Bupati Adipati Besuki Raden Ario Prawiroadiningrat meningkatkan statusnya dari Kademangan menjadi wilayah lepas dari Besuki dengan status Keranggan Bondowoso dan mengangkat Mas Ngabehi Astrotruno menjadi penguasa wilayah dengan gelar Mas Ngabehi Kertonegoro, serta dengan predikat Ronngo I. Hal ini berlangsung pada hari Selasa Kliwon, 25 Syawal 1234 H atau 17 agustus 1819. Peristiwa itu kemudian dijadikan eksistensi formal Bondowoso sebagai wilayah kekuasaan mandiri di bawah otoritas kekuasaan Kiai Ronggo Bondowoso. Kekuasaan Kiai Ronggo Bondowoso meliputi wilayah Bondowoso dan Jember, dan berlangsung antara 1829-1830.
Pada 1830 Kiai Ronggo I mengundurkan diri dan kekuasaannya diserahkan kepada putra keduanya yang bernama Djoko Sridin yang pada waktu itu menjabat Patih di Probolinggo. Jabatan baru itu dipangku antar 1830-1858 dengan gelar M Ng Kertokusumo dengan predikat Ronggo II, berkedudukan di Blindungan sekarang atau jalan S Yudodiharjo (jalan Ki Ronggo) yang dikenal masyarakat sebagi “Kabupaten lama”.Setelah mengundurkan diri, Ronggo I menekuni bidang dakwah agama Islam dengan bermukim di Kebun Dalem Tanggul Kuripan (Tanggul, Jember), Ronggo I wafat pada 19 Rabi’ulawal 1271 H atai 11 Desember 1854 dalam usia 110 tahun. jenazahnya dikebumikan disebuah bukit (Asta Tinggi) di Desa Sekarputih. Masyarakat Bondowoso menyebutnya sebagai “Makam Ki Ronggo”.

Kecamatan


Kabupaten Bondowoso terdiri dari 23 kecamatan, 10 kelurahan, dan 209 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 781.753 jiwa dengan luas wilayah 1.525,97 km² dan sebaran penduduk 512 jiwa/km².

Pariwisata

Pemandian "Tasnan" pada tahun 1920-an

Pariwisata, seni dan budaya merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat, yang berdampak pada meningkatnya pendapatan daerah. Kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang RTRW Kabupaten Bondowoso, ditetapkan kawasan wisata Kabupaten Bondowoso yaitu: 1.Kawasan Wisata Terpadu Kawah Ijen di Kecamatan Sempol dan Sumberwringin, dengan objek wisata: a.Wisata Kawah Ijen, Kawah Telaga Weru dan Kawah Wurung b.Wisata Air Terjun Blawan dan Gua Stalagtit c.Wisata Pemandian Air Panas Blawan dan Pemandian Damarwulan d.Wisata Agro Kopi Kalisat e.Wisata Air Terjun Puloagung - Sukorejo
2.Kawasan Wisata Terpadu Lereng Argopuro di Kecamatan Pakem, dengan objek wisata: a.Wisata Agro Pusat Penelitian Kopi dan Kakao b.Wisata Air Terjun Tancak Kembar c.Wisata Pendakian Pegunungan Hyang (Gunung Argopuro)
3.Kawasan Wisata Pemandangan Arak-arak di Kecamatan Wringin; 4.Kawasan Wisata Pendakian Gunung Raung di Kecamatan Sumberwringin; 5.Kawasan Wisata Panjat Tebing Alam Patirana di Kecamatan Grujugan; 6.Kawasan Wisata Pemandian Tasnan di Kecamatan Grujugan; 7.Kawasan Wisata Sejarah Sarkopage di Kecamatan Grujugan, Maesan, Wringin, Tegalampel, Bondowoso, Wonosari, Tamanan, Jambesari Darussholah, Prajekan, Tlogosari dan Sempol; 8.Kawasan Wisata Rekreasi Alun-alun Bondowoso; 9.Kawasan Wisata Ziarah Makam Ki Ronggo di Kecamatan Tegalampel; 10.Kawasan Wisata Budaya Pedepokan Gema Buana di Kecamatan Prajekan; 11.Kawasan Wisata Kerajinan Kuningan Cindogo di Kecamatan Tapen; 12.Kawasan Wisata Bendung Sampean Baru di Kecamatan Tapen; 13.Kawasan Wisata Budaya Upacara Adat Desa Blimbing di Kecamatan Klabang; 14.Kawasan Wisata Arung Jeram Bosamba di Kecamatan Taman Krocok dan Tapen. 15.kawasan wisata aduan sapi yang ada di kecamatan tapen Dalam mendukung pariwisata, di Kabupaten Bondowoso juga disediakan sarana akomodasi penginapan yang memadai bagi wisatawan. Pada tahun 2008 ini jumlah hotel di Kabupaten Bondowoso terdiri dari 11 hotel. Satu hotel bintang 3 yaitu Hotel Ijen View di Jalan KIS Mangunsarkoro. Sedangkan lainnya yaitu hotel melati. Enam hotel di Kota Bondowoso yaitu Palm, Anugerah, Baru, Slamet, Kinanti dan Grand serta 4 hotel di luar Kota Bondowoso yaitu Arabica, Catimore, Jampit, dan Wisata Asri.

Jalan Raya

 

Berdasarkan Rencana Tata Tuang Wilayah Kabupaten Bondowoso Tahun 2007, sistem prasarana jalan berdasarkan hierarki dan fungsi pelayanan di Kabupaten Bondowoso terdiri dari jalan kolektor primer, lokal primer dan lokal sekunder, yaitu:
  1. Jalan kolektor primer, yaitu jalan yang menghubungkan antara ibu kota Kabupaten Bondowoso dengan ibu kota kabupaten sekitarnya, yaitu:
    • Jalan penghubung Bondowoso – Situbondo (Bondowoso-Tenggarang-Wonosari-Tapen-Klabang-Prajekan-Widuri);
    • Jalan penghubung Bondowoso – Banyuwangi (Bondowoso-Tenggarang Wonosari-Garduatak-Sukosari-Sempol-Paltuding);
    • Jalan penghubung Bondowoso – Jember (Bondowoso-Grujugan-Maesan-Suger Lor);
    • Jalan penghubung Bondowoso – Besuki (Bondowoso-Pal 9-Wringin-Arak-arak)
  2. Jalan lokal primer, yaitu jalan yang menghubungkan antara Kota Bondowoso dengan kota ordo II dan ordo III kabupaten dan ibu kota kabupaten yaitu:
    • Jalan Bondowoso – Tegalampel – Taman Krocok
    • Jalan Wonosari – Taman Krocok
    • Jalan Widuri – Cermee
    • Jalan Klabang – Botolinggo
    • Jalan Bondowoso – Curahdami – Binakal
    • Jalan Tenggarang (Bataan) – Pujer – Tlogosari
    • Jalan Sukosari (Sumbergading) – Sumberwringin
    • dan jalan-jalan yang menghubungkan pusatkawasan perkotaan dengan kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata dan perkantoran.
  3. Jalan lokal primer dan sekunder yang potensial sebagai jalan tembus antar kabupaten yaitu:
    • Jalan Bondowoso (Koncer) – Grujugan Kidul – Tamanan – Sukowono Kabupaten Jember;
    • Jalan Maesan - Sukowono Kabupaten Jember;
    • Jalan Cermee – Panji Kabupaten Situbondo;
    • Jalan Klabang – Wonoboyo - Kendit – Panarukan Kabupaten Situbondo;
  4. Jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan permukiman baik permukiman perkotaan maupun perdesaan dengan kawasan perdagangan dan pemerintahan yang ada simpul-simpul kota di wilayah Kabupaten Bondowoso.
Tahun 2007 total panjang jalan di Kabupaten Bondowoso 1.286,550 km yang terdapat pada pada 323 ruas jalan, yang terdiri dari jalan aspal sepanjang 734,417 km (57,08%), jalan makadam 140,530 km (10,92%) dan jalan tanah sepanjang 411,603 km (32,00%). Untuk jembatan di Kabupaten Bondowoso berjumlah 267 buah sepanjang 1.958,50 meter.

Makanan Khas


Makanan khas Bondowoso adalah tape manis Bondowoso, yang umumnya dikemas dalam bèsèk (anyaman dari bambu berbentuk kotak). tape ini terbuat dari singkong, wisatawan mancanegara menyebutnya fermented of cassava, mirip seperti peyeum di Jawa Barat. Tapi rasa tape manis bondowoso lebih khas. banyak wistawan dari luar bondowoso yang rela datang ke bondowoso hanya untuk membeli tape manis ini merk tape manis yang terkenal antara lain Tape manis 82, tape manis 31,tape manis Tjap Enak,Mana Lagi, 66, 17, dll. Toko penjual tape manis Bondowoso pada umumnya terkonsentrasi di Jalan Jenderal Sudirman dan Teuku Umar atau lebih dikenal daerah Pecinan. Jl jenderal sudirman. Selain Tape, makanan khas turunan dari tape juga banyak dijual di Bondowoso seperti Suwar-suwir, dodol Tape, Tape bakar dll.


Sumber : id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar